I.
Thaharah
1.
Thaharah artinya : Hal bersuci atau hal kebersihan.
Thaharah secara bahasa berarti bersih dan membebaskan diri dari kotoran dan najis. Sedangkan pengertian thaharah secara istilah (syara’) adalah menghilangkan hukum hadats untuk menunaikan shalat atau (ibadah) yang selainnya yang disyaratkan di dalamnya untuk bersuci dengan air atau pengganti air, yaitu tayammum.
Thaharah secara bahasa berarti bersih dan membebaskan diri dari kotoran dan najis. Sedangkan pengertian thaharah secara istilah (syara’) adalah menghilangkan hukum hadats untuk menunaikan shalat atau (ibadah) yang selainnya yang disyaratkan di dalamnya untuk bersuci dengan air atau pengganti air, yaitu tayammum.
Arti
disini: hal cara bagaimana mensucikan diri (badan, pakaian, dll) agar boleh sah
menjalankan ibadah.
Adapun thaharah dalam ilmu Fiqih
ialah :
- Menghilangkan Najis
- Berwudlu
- Mandi
- Tayammum
2.
Pembagian thaharah
Thaharah
itu terbagi menjadi dua:
1)
Thaharah ma’nawiyah atau thaharah qalbu
(hati), yaitu bersuci dari syirik dan maksiat dengan cara bertauhid dan beramal
sholeh, dan thaharah ini lebih penting dan lebih utama daripada thaharah
badan. Karena thaharah badan tidak mungkin akan terlaksana apabila terdapat
syirik. Dalilnya adalah sebagai berikut :
إِنَّمَا
الْمُشْرِكُونَ نَجَس
“Sesungguhnya
orang-orang musyrik itu najis” (QS. At-Taubah : 28)
أُوْلاَئِكَ
الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللهُ أَن يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا
خِزْي وَلَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمُ
“Mereka
itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka
beroleh kehinaan didunia dan diakhirat mereka beroleh siksaan yang besar.”
(QS. Al-Maaidah: 41)
Maka
wajib bagi seorang muslim yang berakal untuk mensucikan dirinya dari syirik dan
keraguan dengan cara ikhlas, bertauhid, dan yakin. Dan juga wajib atasnya untuk
mensucikan diri dan hatinya dari kotoran-kotoran maksiat, dengki, benci,
dendam, penipuan, kesombongan, ‘ujub, riya‘, dan sum’ah.
2)
Thaharah hissiyah atau thaharah badan, yaitu
mensucikan diri dari hadats dan najis, dan ini adalah bagian dari iman yang
kedua. Allah mensyariatkan thaharah badan ini dengan wudhu dan mandi, atau
pengganti keduanya yaitu tayammum (bersuci dengan debu). Penghilangan najis dan
kotoran ini meliputi pembersihan pakaian, badan, dan juga tempat shalat.
Dalilnya adalah sebagai berikut :
الطهور
شطر الإيمان
“Sesungguhnya
kebersihan itu sebagian dari iman”
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ
إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِن كُنتُم مَّرْضَى
أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ
النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا
بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَايُرِيدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ
حَرَجٍ وَلَكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah (usaplah) kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan
jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau salah seorang dari kamu kembali dari
tempat buang air (wc/kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah itu, Allah tidak hendak menyulitkan kamu,
tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmAt-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maaidah: 6)
Sedangkan menurut Imam Ibnu Rusyd, thaharah itu terbagi menjadi dua, yaitu :
1)
Thaharah dari hadats, yaitu
membersihkan diri dari hadats kecil (sesuatu yang diminta -bersucinya dengan-
wudhu) dan dari hadats besar (sesuatu yang diminta -bersucinya dengan – mandi).
2)
Thaharah dari khubts atau najis,
yaitu membersihkan diri, pakaian, dan tempat ibadah dari sesuatu yang najis
dengan air. akan datang penjelasan tentang hadats dan khubts ini pada artikel
yang mendatang, insya Allah
3.
Macam-Macam
Air
1.
Macam-macam Air
Air
yang dapat dipergunakan untuk bersuci itu ada 7 (tujuh) macam :
- Air Hujan
- Air Sungai
- Air Laut
- Air dari Mata Air (Telaga)
- Air Sumur
- Air Salju
- Air Embun
Ringkasnya ialah air bersih yang
sewajarnya.
2.
Pembagian Air
Air tersebut diatas itu dapat terbagi menjadi 4 (empat) :
Air tersebut diatas itu dapat terbagi menjadi 4 (empat) :
1)
Air suci dan mensucikan, artinya
dapat sah dapat digunakan untuk bersuci dan tidak makruh, air semacam itu ialah
air mutlak (muthlag).
Artinya : Air yang sewajarnya, bukan air yang telah bersyarat. air kelapa dan air kopi bukan air mutlak lagi, karena telah bersyarat, keduanya itu suci dan dapat diminum, tetapi tidak dapat sah dipergunakan untuk bersuci seumpama berwudlu atau mandi.
Artinya : Air yang sewajarnya, bukan air yang telah bersyarat. air kelapa dan air kopi bukan air mutlak lagi, karena telah bersyarat, keduanya itu suci dan dapat diminum, tetapi tidak dapat sah dipergunakan untuk bersuci seumpama berwudlu atau mandi.
2)
Air yang suci tetapi tidak dapat
dipergunakan untuk bersuci seumpama wudlu, mandi dan menghilangkan najis.
Air yang semacam itu :
Air yang semacam itu :
Ø Air sedikit yang sudah bekas dipakai (musta'mal) dari
berwudlu atau mandi.
Ø Air yang bercampur dengan campuran air suci, umpamanya air
kopi, air teh dan sebagainya.
3)
Air yang suci dan dapat mensucikan,
tetapi makruh memakainya, yaitu air yang terjemur(musyammas).
4)
Air bernajis (mutannajis)
Air yang bernajis itu ada 2 (dua) macam :
Air yang bernajis itu ada 2 (dua) macam :
Ø Jika air itu sedikit, kemudian kemasukan najis, maka ia
tidak sah dipakai untuk bersuci, dan ia tetap najis hukumnya, baik berubah
sifatnya atau tidak.
Ø jika air itu banyak, (artinya lebih dari 216 liter) maka
apabila kemasukan najis yang terlalu sedikit yang tidak merubah sifatnya, maka
hukumnya tetap suci dan dapat sah dipergunakan untuk bersuci, tetapi apabila
berubah sifatnya (bau, rupa, dan rasanya), maka tidak lagi dapat (tidak sah)
dipergunakan untuk bersuci.
"Air sedikit artinya kurang dari dua kulah (kolam) dan kalau dihitung dengan liter kurang dari 216 liter.
Air banyak ialah air yang lebih dari 216 liter. Dua kulah sama dengan 216 liter. jika berbentuk bak, maka besarnya sama dengan panjangnya 60cm, lebarnya 60cm, dan dalamnya 60cm."
"Air sedikit artinya kurang dari dua kulah (kolam) dan kalau dihitung dengan liter kurang dari 216 liter.
Air banyak ialah air yang lebih dari 216 liter. Dua kulah sama dengan 216 liter. jika berbentuk bak, maka besarnya sama dengan panjangnya 60cm, lebarnya 60cm, dan dalamnya 60cm."
II.
Pengertian Najis
1.
Pengetian Najis
Najis adalah sesuatu yang dianggap
kotor oleh orang yang memiliki tabi’at yang selamat (baik) dan selalu menjaga
diri darinya. Apabila pakaian terkena najis – seperti kotoran manusia dan
kencing- maka harus dibersihkan
2.
Pembagian Najis
- Najis Ringan atau Najis
Mukhaffafah, adalah air kencing bayi (anak
kecil) laki-laki yang umurnya kurang dari 2 (dua) bulan, dan belum makan
selain air susu.
Cara membersihkannya : cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena sampai bersih.
- Najis Berat atau Najis
Mughalladhah, adalah najis bekas dijilat
anjing atau babi.
Cara membersihkannya : lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian dicuci dengan air bersih 7 (tujuh) kali, salah satunya dengan campuran tanah.
- Najis Biasa (sedang) atau Najis
Mutawassitah, yaitu kotoran manusia atau
binatang, air kencing, bangkai (selainbangkai ikan air, belalang dan mayat
manusia), darah, nanah, dan sebagainya selain yang tersebut dalam najis
ringan dan najis berat.
Cara membersihkannya : Cukup sekali dengan air sehingga hilang sifatnya. Tetapi apabila tidak mungkin hilang semua sifatnya (bau, rasa dan rupanya) maka dimaafkanlah adanya bekas najis itu.
3. Macam-Macam Najis
1)
Kencing dan kotoran (tinja) manusia
Mengenai najisnya kotoran manusia
ditunjukkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallambersabda,
إِذَا وَطِئَ أَحَدُكُمْ بِنَعْلَيْهِ
الأَذَى فَإِنَّ التُّرَابَ لَهُ طَهُورٌ
“Jika salah seorang di antara
kalian menginjak kotoran (al adza) dengan alas kakinya, maka tanahlah yang
nanti akan menyucikannya.”
Al adza (kotoran) adalah
segala sesuatu yang mengganggu yaitu benda najis, kotoran, batu, duri, dsb.
Yang dimaksud al adza dalam hadits ini adalah benda najis,
termasuk pula kotoran manusia. Selain dalil di atas terdapat juga beberapa
dalil tentang perintah untuk istinja’ yang menunjukkan najisnya kotoran
manusia.
Sedangkan najisnya kencing manusia
dapat dilihat pada hadits Anas,
أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِى الْمَسْجِدِ
فَقَامَ إِلَيْهِ بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
« دَعُوهُ وَلاَ تُزْرِمُوهُ ». قَالَ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ
فَصَبَّهُ عَلَيْهِ.
“(Suatu saat) seorang Arab Badui
kencing di masjid. Lalu sebagian orang (yakni sahabat) berdiri. Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkan dan jangan hentikan
(kencingnya)”. Setelah orang badui tersebut menyelesaikan hajatnya, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas meminta satu ember air lalu menyiram
kencing tersebut.”
Shidiq Hasan Khon rahimahullah
mengatakan, “Kotoran dan kencing manusia sudah tidak samar lagi mengenai
kenajisannya, lebih-lebih lagi pada orang yang sering menelaah berbagai dalil
syari’ah.”
Madzi
dan Wadi
Wadi adalah
sesuatu yang keluar sesudah kencing pada umumnya, berwarna putih, tebal mirip mani,
namun berbeda kekeruhannya dengan mani. Wadi tidak memiliki bau yang khas.
Sedangkan madzi adalah
cairan berwarna putih, tipis, lengket, keluar ketika bercumbu rayu atau ketika
membayangkan jima’ (bersetubuh) atau ketika berkeinginan untuk jima’. Madzi
tidak menyebabkan lemas dan terkadang keluar tanpa terasa yaitu keluar ketika
muqoddimah syahwat. Laki-laki dan perempuan sama-sama bisa memiliki madzi.[11]
Hukum madzi
adalah najis sebagaimana terdapat perintah untuk membersihkan kemaluan ketika
madzi tersebut keluar. Dari ‘Ali bin Abi Thalib, beliau radhiyallahu
‘anhu berkata,
كُنْتُ
رَجُلاً مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِى أَنْ أَسْأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه
وسلم- لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ
فَقَالَ « يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ ».
“Aku
termausk orang yang sering keluar madzi. Namun aku malu menanyakan hal ini
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallm dikarenakan kedudukan
anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun memerintahkan pada Al Miqdad bin Al
Aswad untuk bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lantas beliau memberikan jawaban pada Al Miqdad, “Perintahkan dia untuk
mencuci kemaluannya kemudian suruh dia berwudhu”.”[12]
Hukum
wadi juga najis. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
الْمَنِىُّ وَالْمَذْىُ
وَالْوَدْىُ ، أَمَّا الْمَنِىُّ فَهُوَ الَّذِى مِنْهُ الْغُسْلُ ، وَأَمَّا
الْوَدْىُ وَالْمَذْىُ فَقَالَ : اغْسِلْ ذَكَرَكَ أَوْ مَذَاكِيرَكَ وَتَوَضَّأْ
وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ.
“Mengenai
mani, madzi dan wadi; adapun mani, maka diharuskan untuk mandi. Sedangkan wadi
dan madzi, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Cucilah kemaluanmu, lantas berwudhulah
sebagaimana wudhumu untuk shalat.”[13]
5 – Kotoran hewan yang dagingnya
tidak halal dimakan
Contohnya
adalah kotoran keledai jinak[14],
kotoran anjing[15]
dan kotoran babi[16].
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
أَرَادَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنْ يَتَبَرَّزَ فَقَالَ : إِئْتِنِي بِثَلاَثَةِ
أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ لَهُ حَجْرَيْنِ وَرَوْثَةِ حِمَارٍ فَأمْسَكَ الحَجْرَيْنَ
وَطَرَحَ الرَّوْثَةَ وَقَالَ : هِيَ رِجْسٌ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bermaksud bersuci setelah buang hajat. Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Carikanlah tiga buah batu
untukku.” Kemudian aku mendapatkan dua batu dan kotoran keledai. Lalu
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil dua batu dan membuang kotoran
tadi. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Kotoran ini
termasuk najis”.” [17]
Hal ini
menunjukkan bahwa kotoran hewan yang tidak dimakan dagingnya semacam kotoran
keledai jinak adalah najis.
6
– Darah haidh
Dalil
yang menunjukkan hal ini, dari Asma’ binti Abi Bakr, beliau berkata, “Seorang
wanita pernah mendatangi Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian
berkata,
إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا
مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ
“Di
antara kami ada yang bajunya terkena darah haidh. Apa yang harus kami perbuat?”
Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab,
تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ
بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ
“Gosok
dan keriklah pakaian tersebut dengan air, lalu percikilah. Kemudian shalatlah
dengannya.” [18]
Shidiq
Hasan Khon rahimahullah mengatakan, “Perintah untuk menggosok dan
mengerik darah haidh tersebut menunjukkan akan kenajisannya.”[19]
7
– Jilatan anjing
Dari Abu
Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ
إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ
بِالتُّرَابِ
“Cara
menyucikan bejana di antara kalian apabila dijilat anjing adalah dicuci
sebanyak tujuh kali dan awalnya dengan tanah.”[20]
Yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bagian anjing yang termasuk
najis adalah jilatannya saja. Sedangkan bulu dan anggota tubuh lainnya tetap
dianggap suci sebagaimana hukum asalnya.[21]
8 – Bangkai
Bangkai
adalah hewan yang mati begitu saja tanpa melalui penyembelihan yang syar’i.[22]
Najisnya bangkai adalah berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dari Abdullah bin ‘Abbas,
إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ
فَقَدْ طَهُرَ
“Apabila
kulit bangkai tersebut disamak, maka dia telah suci.”
Bangkai
yang dikecualikan adalah :
a
– Bangkai ikan dan belalang
Hal ini
berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ
وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ
فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Kami
dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan
belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” [23]
b
– Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir
Contohnya
adalah bangkai lalat, semut, lebah, dan kutu. Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى
إِنَاءِ أَحَدِكُمْ ، فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ، ثُمَّ لْيَطْرَحْهُ ، فَإِنَّ فِى
أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِى الآخَرِ دَاءً
“Apabila
seekor lalat jatuh di salah satu bejana di antara kalian, maka celupkanlah
lalat tersebut seluruhnya, kemudian buanglah. Sebab di salah satu sayap lalat
ini terdapat racun (penyakit) dan sayap lainnya terdapat penawarnya.”[24]
c
– Tulang, tanduk, kuku, rambut dan bulu dari bangkai
Semua ini
termasuk bagian dari bangkai yang suci karena kita kembalikan kepada hukum asal
segala sesuatu adalah suci. Mengenai hal ini telah diriwayatkan oleh Bukhari
secara mu’allaq (tanpa sanad), beliau rahimahullah
berkata,
وَقَالَ حَمَّادٌ لاَ بَأْسَ
بِرِيشِ الْمَيْتَةِ . وَقَالَ الزُّهْرِىُّ فِى عِظَامِ الْمَوْتَى نَحْوَ الْفِيلِ
وَغَيْرِهِ أَدْرَكْتُ نَاسًا مِنْ سَلَفِ الْعُلَمَاءِ يَمْتَشِطُونَ بِهَا ،
وَيَدَّهِنُونَ فِيهَا ، لاَ يَرَوْنَ بِهِ بَأْسًا
“Hammad
mengatakan bahwa bulu bangkai tidaklah mengapa (yaitu tidak najis). Az Zuhri
mengatakan tentang tulang bangkai dari gajah dan semacamnya, ‘Aku menemukan
beberapa ulama salaf menyisir rambut dan berminyak dengan menggunakan tulang
tersebut. Mereka tidaklah menganggapnya najis hal ini’.” [25]
Tersisa
pembahasan beberapa hal yang sebenarnya tidak termasuk najis -menurut pendapat
ulama yang lebih kuat- yaitu mani, darah (selain darah haidh), muntah,
dan khomr. Dan juga masih tersisa pembahasan bagaimana cara
membersihkan najis. Semoga Allah memudahkan kami membahasnya dalam rubrik fiqih
selanjutnya.
Dalam pada itu ada beberapa macam
najis yang dimaafkan.
Diantaranya ialah :
Diantaranya ialah :
- Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir umpamanya nyamuk, kutu dan sebagainya.
- Najis yang amat dikit sekali.
- Nanah atau Darah dari kudis (bisulnya) sendiri yang belum sembuh.
- Debu yang bercampur najis.
- Dan lain-lainya yang sangat sukar (susah) menghindarinya.
Pengertian Wudhu
Pengertian Wudhu menurut bahasa, Wudhu
artinya Bersih dan Indah. sedangkan menurut istilah (syariah islam) artinya
menggunakan air pada anggota badan tertentu dengan cara tertentu yang dimulai
dengan niat guna menghilangkan hadast kecil. Wudhu merupakan salah satu syarat
sahnya sholat (orang yang akan sholat, diwajibkan berwudhu lebih dulu, tanpa wudhu
shalatnya tidak sah.
Niat Wudhu
NAWAITUL WUDHUU'A LIRAF'IL HADATSIL ASHGHARI FARDHAN LILLAAHI TA'AALAA.
Artinya:
"Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil, fardhu karena Allah Ta'ala."
Yang dapat membatalkan wudhu :
Niat Wudhu
NAWAITUL WUDHUU'A LIRAF'IL HADATSIL ASHGHARI FARDHAN LILLAAHI TA'AALAA.
Artinya:
"Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil, fardhu karena Allah Ta'ala."
Yang dapat membatalkan wudhu :
- Mengeluarkan suatu zat dari qubul (kemaluan) dan dubur (anus). Misalnya buang air kecil, air besar, buang angin/kentut dan lain sebagainya.
- Kehilangan kesadaran baik karena pingsan, ayan, kesurupan, gila, mabuk, dan lain-lain.
- Bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya tanpa tutup.
- Tidur dengan nyenyak, kecuali tidur mikro (micro sleep) sambil duduk tanpa berubah kedudukan.
Cara Berwudhu :
- Apabila seorang muslim mau berwudhu maka hendaknya ia berniat di dalam hatinya kemudian membaca "Bismillahirrahmanirrahim" sebab Rasulullah SAW bersabda "Tidak sah wudhu orang yg tidak menyebut nama Allah" . Dan apabila ia lupa maka tidaklah mengapa. Jika hanya mengucapkan "Bismillah" saja maka dianggap cukup.
- Kemudian disunnahkan mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali sebelum memulai wudhu.
- Kemudian berkumur-kumur.
- Lalu menghirup air dgn hidung lalu mengeluarkannya.
Disunnahkan ketika
menghirup air di lakukan dgn kuat kecuali jika dalam keadaan berpuasa maka ia
tidak mengeraskannya krn dikhawatirkan air masuk ke dalam tenggorokan.
Rasulullah bersabda "Keraskanlah di dalam menghirup air dgn hidung
kecuali jika kamu sedang berpuasa."
- Lalu mencuci muka. Batas muka adl dari batas tumbuhnya rambut kepala bagian atas sampai dagu dan mulai dari batas telinga kanan hingga telinga kiri. Dan jika rambut yg ada pada muka tipis maka wajib dicuci hingga pada kulit dasarnya. Tetapi jika tebal maka wajib mencuci bagian atasnya saja namun disunnahkan mencelah-celahi rambut yg tebal tersebut. Karena Rasulullah selalu mencelah-celahi jenggotnya di saat berwudhu.
- Kemudian mencuci kedua tangan sampai siku krn Allah berfirman "dan kedua tanganmu hingga siku."
- Kemudian mengusap kepala beserta kedua telinga satu kali dimulai dari bagian depan kepala lalu diusapkan ke belakang kepala lalu mengembalikannya ke depan kepala. Setelah itu langsung mengusap kedua telinga dgn air yg tersisa pada tangannya.
- Lalu mencuci kedua kaki sampai kedua mata kaki krn Allah berfirman "dan kedua kakimu hingga dua mata kaki." . Yang dimaksud mata kaki adl benjolan yg ada di sebelah bawah betis. Kedua mata kaki tersebut wajib dicuci berbarengan dgn kaki. Orang yg tangan atau kakinya terpotong maka ia mencuci bagian yg tersisa yg wajib dicuci. Dan apabila tangan atau kakinya itu terpotong semua maka cukup mencuci bagian ujungnya saja.
- Ketika berwudhu wajib mencuci anggota-anggota wudhunya secara berurutan tidak menunda pencucian salah satunya hingga yg sebelumnya kering. Hal ini berdasar hadits yg diriwayatkan Ibn Umar Zaid bin Sabit dan Abu Hurairah bahwa Nabi senantiasa berwudu secara berurutan kemudian beliau bersabda "Inilah cara berwudu di mana Allah tidak akan menerima shalat seseorang kecuali dgn wudu seperti ini."
- Boleh mengelap anggota-anggota wudhu seusai berwudhu.
Sunnah Wudhu :
- Disunnatkan bagi tiap muslim menggosok gigi sebelum memulai wudhunya krn Rasulullah bersabda “Sekiranya aku tidak memberatkan umatku niscaya aku perintah mere-ka bersiwak tiap kali akan berwudhu.” (Riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa’).
- Disunnatkan pula mencuci kedua telapak tangan tiga kali sebelum berwudhu sebagaimana disebutkan di atas kecuali jika setelah bangun tidur maka hukumnya wajib mencucinya tiga kali sebelum berwudhu. Sebab boleh jadi kedua tangannya telah menyentuh kotoran di waktu tidurnya sedangkan ia tidak merasakannya. Rasulullah bersabda “Apabila seorang di antara kamu bangun tidur maka hendaknya tidak mencelupkan kedua tangannya di dalam bejana air sebelum mencucinya terlebih dahulu tiga kali krn sesungguhnya ia tidak mengetahui di mana tangannya berada .”
- Disunnatkan keras di dalam meng-hirup air dgn hidung sebagaimana dijelaskan di atas.
- Disunnatkan bagi orang muslim mencelah-celahi jenggot jika tebal ketika membasuh muka.
- Disunnatkan bagi orang muslim mencelah-celahi jari-jari tangan dan kaki di saat mencucinya krn Rasulullah bersabda “Celah-celahilah jari-jemari kamu.”.
- Mencuci anggota wudhu yg kanan terlebih dahulu sebelum mencuci anggota wudhu yg kiri. Mencuci tangan kanan terlebih dahulu kemudian tangan kiri dan begitu pula mencuci kaki kanan sebelum mencuci kaki kiri.
- Mencuci anggota-anggota wudhu dua atau tiga kali namun kepala cukup diusap satu kali usapan saja.
- Tidak berlebih-lebihan dalam pemakaian air krn Rasulullah berwudhu dgn mencuci tiga kali lalu bersabda “Barangsiapa mencuci lbh maka ia telah berbuat kesalahan dan kezhaliman.”
Perkara-perkara yang Membatalkan Wudhu :
- Keluarnya air kencing dan sesuatu yang dihukumi air kencing seperti cairan (yang belum jelas) setelah kencing dan sebelum istibra' (tentang istibra' lihat buletin Al-Jawad nomor 7).
- Keluarnya tinja, baik dari tempatnya yang tabi'i atau yang lain, banyak ataupun sedikit.
- Keluarnya angin dari dubur, baik bersuara maupun tidak.
- Tidur yang mengalahkan indera pendengar dan indera penglihat (hilang kesadaran).
- Segala sesuatu yang menghilangkan kesadaran seperti gila, pingsan, mabuk, dan lain-lainnya.
- Istihadhah kecil dan sedang (bagi wanita).
Keutamaan Berwudhu Bagi
Kaum Mu'min :
Agar kita menjadi lebih bersemangat mengamalkan tuntunan berwudlu dengan benar dalam rangka beribadah kepada Allah Ta`ala, perlu juga kita mengerti beberapa keutamaan amalan wudlu’ di sisi Allah Ta`ala. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah memberitakan beberapa keutamaan itu dalam sabda-sabda beliau berikut ini:
“Sesungguhnya ummatku akan datang di hari kiamat dalam keadaan bersinar anggota tubuhnya karena bekas terkena air wudlu. Maka barang siapa dari kalian ingin memanjangkan sinar anggota tubuhnya yang terkena wudlu, hendaklah dia lakukan.” (HR. Muslim dalam Shahih nya juz 3 halaman 483 bab Istihbab Ithalatul Ghurrah wat Tahjil fil Wudlu’ , dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu . Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih nya Kitabul Wudlu’ bab Fadl-lul Wudlu’ wal Ghurrul Muhajjalin min Aatsaril Wudlu’ dengan lafadh yang sedikit berbeda).
Agar kita menjadi lebih bersemangat mengamalkan tuntunan berwudlu dengan benar dalam rangka beribadah kepada Allah Ta`ala, perlu juga kita mengerti beberapa keutamaan amalan wudlu’ di sisi Allah Ta`ala. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah memberitakan beberapa keutamaan itu dalam sabda-sabda beliau berikut ini:
“Sesungguhnya ummatku akan datang di hari kiamat dalam keadaan bersinar anggota tubuhnya karena bekas terkena air wudlu. Maka barang siapa dari kalian ingin memanjangkan sinar anggota tubuhnya yang terkena wudlu, hendaklah dia lakukan.” (HR. Muslim dalam Shahih nya juz 3 halaman 483 bab Istihbab Ithalatul Ghurrah wat Tahjil fil Wudlu’ , dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu . Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih nya Kitabul Wudlu’ bab Fadl-lul Wudlu’ wal Ghurrul Muhajjalin min Aatsaril Wudlu’ dengan lafadh yang sedikit berbeda).
Pengertian “ memanjangkan sinar anggota tubuhnya yang terkena
wudlu ”, ialah bahwa ketika berwudlu membasuh dengan air wudlu anggota
tubuhnya lebih panjang dari batas minimal ketentuan membasuh anggota tubuh itu.
Misalnya batas minimal membasuh kedua tangan adalah kedua siku. Maka dalam
rangka memanjangkan sinar anggota tubuh yang terkena air wudlu itu,
diperbolehkan memanjangkannya sampai ke ketiak. Demikian pula batas membasuh
kedua telapak kaki adalah kedua mata kaki. Maka dalam rangka tujuan yang sama,
boleh membasuhnya sampai ke lutut. Demikian dijelaskan oleh Al-Imam An-Nawawi
dalam Syarah Shahih Muslim juz 3 hal. 482.
Juga Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah seorang Muslim berwudlu, kemudian dia melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian setelah itu dia menunaikan shalat, kecuali Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang terjadi di masa antara shalatnya itu dengan shalat berikutnya.” (HR. Muslim dalam Shahih nya juz 3 halaman 464 no hadits 227/5 bab Kitabut Thaharah bab Fadllul Wudlu’ was Shalah Aqibahu , dari Utsman bin Affan radliyallahu `anhu ).
Juga beliau bersabda:
“Barangsiapa berwudlu, dan ia menjalankannya dengan baik, niscaya akan keluar dosa-dosanya dari jasadnya, sampaipun akan keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim dalam Shahih nya juz 3 Kitabut Thaharah bab Wujub Isti’ab Jami’i Ajza’Mahallait Thaharah , dari Utsman bin Affan radliyallahu `anhu ).
Ayat Al-Qur'an yang merupakan Dasar Kewajiban Wudhu berbunyi:
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah mukamu, tangan sampai sikumu, dan sapulah kepalamu, dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki." (Al-Maidah, ayat 6).
Juga Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah seorang Muslim berwudlu, kemudian dia melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian setelah itu dia menunaikan shalat, kecuali Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang terjadi di masa antara shalatnya itu dengan shalat berikutnya.” (HR. Muslim dalam Shahih nya juz 3 halaman 464 no hadits 227/5 bab Kitabut Thaharah bab Fadllul Wudlu’ was Shalah Aqibahu , dari Utsman bin Affan radliyallahu `anhu ).
Juga beliau bersabda:
“Barangsiapa berwudlu, dan ia menjalankannya dengan baik, niscaya akan keluar dosa-dosanya dari jasadnya, sampaipun akan keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim dalam Shahih nya juz 3 Kitabut Thaharah bab Wujub Isti’ab Jami’i Ajza’Mahallait Thaharah , dari Utsman bin Affan radliyallahu `anhu ).
Ayat Al-Qur'an yang merupakan Dasar Kewajiban Wudhu berbunyi:
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah mukamu, tangan sampai sikumu, dan sapulah kepalamu, dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki." (Al-Maidah, ayat 6).
Arti Definisi / Pengertian Tayamum
Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib
yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan
tanah atau debu yang bersih. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah
suci yang ada debunya. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis
atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan
tayamum.
Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila
air sudah tersedia maka ia tidak wajib mengulang sholatnya. Namun untuk
menghilangkan hadas, harus tetap mengutamakan air daripada tayamum yang wajib
hukumnya bila sudah tersedia. Tayamum untuk hadas hanya bersifat sementara dan
darurat hingga air sudah ada.
Tayamum yang telah dilakukan bisa batal apabila
ada air dengan alasan tidak ada air atau bisa menggunakan air dengan alasan
tidak dapat menggunakan air tetapi tetap melakukan tayamum serta sebab musabab
lain seperti yang membatalkan wudu dengan air.
B. Sebab / Alasan Melakukan Tayamum :
- Dalam perjalanan jauh
- Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit
- Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan
- Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan
- Air yang ada hanya untuk minum
- Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat
- Pada sumber air yang ada memiliki bahaya
- Sakit dan tidak boleh terkena air
- Dalam perjalanan jauh
- Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit
- Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan
- Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan
- Air yang ada hanya untuk minum
- Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat
- Pada sumber air yang ada memiliki bahaya
- Sakit dan tidak boleh terkena air
C. Syarat Sah Tayamum :
- Telah masuk waktu salat
- Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran
- Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayamum
- Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu
- Tidak haid maupun nifas bagi wanita / perempuan
- Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh
- Telah masuk waktu salat
- Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran
- Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayamum
- Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu
- Tidak haid maupun nifas bagi wanita / perempuan
- Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh
D. Sunah / Sunat Ketika Melaksanakan Tayamum :
- Membaca basmalah
- Menghadap ke arah kiblat
- Membaca doa ketika selesai tayamum
- Medulukan kanan dari pada kiri
- Meniup debu yang ada di telapak tangan
- Menggodok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku
- Membaca basmalah
- Menghadap ke arah kiblat
- Membaca doa ketika selesai tayamum
- Medulukan kanan dari pada kiri
- Meniup debu yang ada di telapak tangan
- Menggodok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku
E. Rukun Tayamum :
- Niat Tayamum.
- Menyapu muka dengan debu atau tanah.
- Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku.
- Niat Tayamum.
- Menyapu muka dengan debu atau tanah.
- Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku.
F. Tata Cara / Praktek Tayamum :
- Membaca basmalah
- Renggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat.
- Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
- Niat tayamum : Nawaytuttayammuma listibaa hatishhalaati fardhollillahi ta'aala (Saya niat tayammum untuk diperbolehkan melakukan shalat karena Allah Ta'ala).
- Mengusap telapak tangan ke muka secara merata
- Bersihkan debu yang tersisa di telapak tangan
- Ambil debu lagi dengan merenggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat.
- Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
- Mengusap debu ke tangan kanan lalu ke tangan kiri
- Membaca basmalah
- Renggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat.
- Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
- Niat tayamum : Nawaytuttayammuma listibaa hatishhalaati fardhollillahi ta'aala (Saya niat tayammum untuk diperbolehkan melakukan shalat karena Allah Ta'ala).
- Mengusap telapak tangan ke muka secara merata
- Bersihkan debu yang tersisa di telapak tangan
- Ambil debu lagi dengan merenggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat.
- Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
- Mengusap debu ke tangan kanan lalu ke tangan kiri
Allah SWT berfirman :
وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْجَٓاءَ
اَحَدٌمِّنْكُمْ مِّنَ الْغَٓائِطِ اَوْلٰمَسْتُمُ النِّسَٓاءَ فَلَمْ تَجِدُوْامَٓاءً
فَتَيَمَّمُوْاصَعِيْدًاطَيِّبًافَامْسَحُوْابِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ
مِّنْهُ- المائدة 6
Dan apabila kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau kembali
dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah
mukamu dan kedua tanganmu dengan yanah itu.” (Al-Maidah
: 6)
Mandi :
Mandi
adalah meratakan air ke seluruh tubuh dengan tujuan untuk menghilangkan hadats
besar.
Menurut istilah yaitu meratakan air pada
seluruh badan dari ujung rambut sampai ujung jari kaki disertai dengan niat
sesuai dengan keperluannya, mungkin untuk menghilangkan hadats besar atau mandi
sunnah. Pengertian madi besar adalah mandi untuk bersuci dari hadats besar.
a. Mandi besar atau mandi wajib adalah mandi yang
menentukan syahnya ibadah yang mempersyaratkan kesucian yakni terjadinya
sebab-sebab yang mewajibkan seperti janabat, haid, nifas dan mati.
b. Mandi sunah, yaitu mandi seperti pada hari
raya fitri, hari raya akad, mandi sesudah memandikan mayat,dll.
Mandi Wajib / Mandi Junub :
1. Mandi yang dilakukan setelah bersetubuh (melakukan hubungan suami istri)
2. Setelah Haid/Menstruasi (Wanita)
3. Setelah Melahirkan/Nifas (Wanita)
4. Meninggal Dunia
1. Mandi yang dilakukan setelah bersetubuh (melakukan hubungan suami istri)
2. Setelah Haid/Menstruasi (Wanita)
3. Setelah Melahirkan/Nifas (Wanita)
4. Meninggal Dunia
Mandi Sunat/Sunah :
1. Mandi untuk Shalat jum’at
2. Mandi untuk Shalat hari raya
3. Sadar dari kehilangan kesadaran akibat pingsan, gila, dbb
4. Muallaf (baru memeluk/masuk agama islam)
5. Setelah memendikan mayit/mayat/jenazah
6. Saat hendak Ihram
7. Ketika akan Sa’i
8. Ketika hendak thawaf
9. dan lain sebagainya
1. Mandi untuk Shalat jum’at
2. Mandi untuk Shalat hari raya
3. Sadar dari kehilangan kesadaran akibat pingsan, gila, dbb
4. Muallaf (baru memeluk/masuk agama islam)
5. Setelah memendikan mayit/mayat/jenazah
6. Saat hendak Ihram
7. Ketika akan Sa’i
8. Ketika hendak thawaf
9. dan lain sebagainya
Niat Mandi :
NAWAITUL GHUSLA LIROF’IL HADATSIL AKBARI FARDHOL LILLAHI TA’AALAA
NAWAITUL GHUSLA LIROF’IL HADATSIL AKBARI FARDHOL LILLAHI TA’AALAA
Artinya :
Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar fardhu karena Allah SWT.
Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar fardhu karena Allah SWT.
Penjelasan
ringkas:
Ada beberapa perkara yang jika hal itu menimpa seseorang maka wajib atasnya untuk mandi:
1. Ketika keluar mani dalam keadaan terpencar, baik dalam keadaan terjaga maupun sedang tidur (mimpi basah), baik melalu jalan yang halal (jima’) maupun jalan yang haram (onani, masturbasi, dan perzinahan).
2. Ketika melakukan jima’, baik ada mani yang keluar maupun tidak ada, baik jima’ yang halal maupun yang haram.
3. Ketika suci dari haid.
4. Ketika suci dari nifas.
Ada beberapa perkara yang jika hal itu menimpa seseorang maka wajib atasnya untuk mandi:
1. Ketika keluar mani dalam keadaan terpencar, baik dalam keadaan terjaga maupun sedang tidur (mimpi basah), baik melalu jalan yang halal (jima’) maupun jalan yang haram (onani, masturbasi, dan perzinahan).
2. Ketika melakukan jima’, baik ada mani yang keluar maupun tidak ada, baik jima’ yang halal maupun yang haram.
3. Ketika suci dari haid.
4. Ketika suci dari nifas.
Hal-Hal Yang Mewajibkan Mandi
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُواْ
“Dan jika kalian junub maka mandilah.” (QS. Al-Maidah: 6)
Allah Ta’ala berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, “Haid itu adalah suatu kotoran (najis)”. Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid. Dan janganlah kalian mendekati (melakukan jima’ dengan) mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah bersuci (mandi), maka datangilah (jima’) mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ الْغَسْلُ
“Jika seseorang (lelaki) duduk di antara empat anggota badannya (wanita), lalu bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib banginya mandi.” (HR. Al-Bukhari no. 291 dan Muslim no. 348)
Ibnu Daqiq Al-Id menyatakan bahwa makna ‘empat anggota badan wanita’ adalah: Kedua tangan dan kedua kakinya atau kedua kaki dan kedua pahanya.
Sementara makna bersungguh-sungguh di sini, Ibnu Rajab menyatakan, “Dia adalah ungkapan akan kesungguhnan lelaki memasukkan kemaluannya ke dalam farj wanita.”
Dalam riwayat Muslim ada tambahan:
وَإِنْ لَمْ يَنْزِلْ
“Walaupun dia (mani) tidak keluar.”
وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُواْ
“Dan jika kalian junub maka mandilah.” (QS. Al-Maidah: 6)
Allah Ta’ala berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, “Haid itu adalah suatu kotoran (najis)”. Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid. Dan janganlah kalian mendekati (melakukan jima’ dengan) mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah bersuci (mandi), maka datangilah (jima’) mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ الْغَسْلُ
“Jika seseorang (lelaki) duduk di antara empat anggota badannya (wanita), lalu bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib banginya mandi.” (HR. Al-Bukhari no. 291 dan Muslim no. 348)
Ibnu Daqiq Al-Id menyatakan bahwa makna ‘empat anggota badan wanita’ adalah: Kedua tangan dan kedua kakinya atau kedua kaki dan kedua pahanya.
Sementara makna bersungguh-sungguh di sini, Ibnu Rajab menyatakan, “Dia adalah ungkapan akan kesungguhnan lelaki memasukkan kemaluannya ke dalam farj wanita.”
Dalam riwayat Muslim ada tambahan:
وَإِنْ لَمْ يَنْزِلْ
“Walaupun dia (mani) tidak keluar.”
Mandi
yang disunahkan
1. Mandi Jum'at
Karena hari jum'at merupakan hari
besar islam, hari yang menjadi pertemuan wajib untuk kaum adam dan melakukan
sholat, maka syara' memerintahkan mandi dan menuntutnya dengan keras agar dalam
pertemuan tersenut kaum muslimin berada dalam keadaan bersih dan suci yang
sebaik-baiknya.
Dari Abu Sa'id r.a : "Bahwa
Nabi Muhammad SAW bersabda : Mandi Jum'at itu wajib bagi setiap orang yang
telah bermimpi, menggosok gigi dan agar ia memakai wangi-wangian sekedar
kemampuannya." (HR Bukhari dan Muslim)
Juga dalil yang menbuktikan bahwa
mandi Jum'at itu hukumnya sunnah adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim dan
Abu Hurairah r.a :
Artinya : " Bahwa Nabi
Muhammad SAW telah bersabda: Siapa yang Berwudhu dan menyempurnakan Wudhunya
itu, kemudian dia datang menghadiri sholat Jum'at dan mendengarkan, diampunilah
dosanya dari Jum'at yang lalu sampai Jum'at itu dengan tambahan selama tiga
hari"
Mandi yang dimaksud disini adalah
mandi sebelum sholat Jum'at, bukan melainkan mandi setelah Sholat Jum'at tidak
dianggaporang yang melakukan perintah dan tidak menjalankan sunnah.Berdasarkan
Hadist Ibnu Umar r.a :
Artinya:
" Bahwa Nabi SAW bersabda: Jika
salah seorang diantara kamu pergi Jum'at hendaklah dia mandi!" (HR
Jama'ah)
2. Mandi Pada Dua Hari Raya
Para ulama menyatakan Sunahnya mandi
pada kedua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Meskipun menurut
pengaranga Al Badarul Munir semua hadist yang menyatakan hal ini lemah.
3. Mandi Bagi yang Memandikan Mayat
Berdasarkan hadist Abu Hurairah r.a
yang Artinya:
"Nabi Muhammad SAW bersabda:
Siapa yang baru memandikan mayat hendaklah ia mandi, dan siapa yang meikulnya
hendaklah berwudhu" (HR Ahman Senta Ash-Habush Sunnah dan lain-lain)
4. Mandi Ihram
Menurut Jum'hur Disunnahkan pula
mandi bagi orang yang hendak melakukan haji, berdasarkan hadist Zaid Bin Tsabit
r.a, yang artinya:
"Bahwa ia melihat Rosulullah
SAW membuka pakaiannya buat ihram lalu mandi" (HR Daruquthni, Baihaqi, dan Turmudzi yang menyatakan hasan.
Sebaliknya 'uqelli menyatakan dha'if)
5. Mandi Ketika Hendak Masuk kota
Mekkah
Berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar
r.a yang artinya:
"Bahwa ia tidak memasuki Kota
Mekkah kecuali bermalam di Dzi Tuwa sampai waktu pagi. Kemudian baru masuk
Mekkah di siang hari. Dan ia ingat bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melakukan itu "(HR Bukhari & Muslim, dengan susunan perkataan
menurut Muslim)
Berkata Ibnul Mundzir : "
Menurut semua ulama, mandi ketika memasuki kota Mekkah itu hukumnya sunnah. Dan
bila meninggalkan nya menurut mereka tak dapat ditebus, tetapi sebagian besar
mereka mengatakan, sebagai gantinya dapat dengan berwudhu."
6. Mandi Ketika Hendak Wukuf di
Arafah
Seseorang yang wuquf di 'arafah
mengerjakan haji disunnahkan juga mandi. Berdasarkan Hadist riwayat Malik dan
Nafi : "Bahwa Abdullah bin Umar r.a bisa mandi ihram sewaktu hendak
melakukan ihram itu, ketika memasulki Mekkah dan ketika hendak wuquf di 'arafah
pada sore hari"
Sunat-sunat
mandi :
Sunat-sunat
mandi ada 5 (lima) perkara, yaitu : Membaca Basmalah. 1) ; Wudu
(terlebih dahulu sebelum mandi). 2) ; Menjalankan (menggosok-gosokan) tangan ke
seluruh tubuh. 3) ; Beruntun. 4) ; Dan mendahulukan anggota badan yang kanan
dari pada yang kiri. 5).
Penjelasan
:
1).
Berdasar hadits :
كُلُّ اَمْرٍ ذِيْ بَالٍ
لاَ يُبْدَاءُ فِيْهِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ اَقْطَعُ
“Segala
perkara yang bagus (menurut syara) yang tidak didahului di dalamnya dengan
Bismillaahirrohmaanirrohiem, maka akan terputuslah (berkahnya)”.
2).
Berdasar adits Siti Aisyah ra yang lalu (pada bab sebelum ini, hadits no. 2).
3).
Menghindari pertentangan pendapat orang yang mewajibkannya, yaitu pendapat
Ulama Madzhab Imam Maliki.
4).
Sebagaimana keterangan yang telah lalu, pada bab wudu, Madzhab Maliki
mewajibkan hal ini.
5).
Yakni mendahulukan bagian tubuhnya yang kanan. Berdasar hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Aisyah ra, ia berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صلى
الله عليه و سلم يُعْجِيُهُ التَّيَمُنُّ فِيْ تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ
وَطُهُوْرِهِ وَ فِيْ شَاْنِهِ كُلِّهِ
“Adalah
Nabi SAW menyukai mendahulukan yang kanan dalam memakai sandal, menyisir
rambut, bersuci (mandi/wudu), dan dalam segala halnya”.
Hal_Hal yang Terlarang Bagi Orang yang
Junub
a. Shalat
Berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala
dalam surat An_Nisa ayat 43 yaitu, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu shalat ketika kamu mabuk, karena dalam keadaan tersebut kamu tidak
mengerti apa yang kamu ucapkan; (jangan pula kamu hampiri masjid) ketika kamu
junub, kecuali sekedar lewat saja, sebelum kamu mandi.” [QS. An_Nisa’ : 43]
Hal ini juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan
dari Abu Hurairah, Ali bin Abi Thalib, dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhum.
b. Thawaf
Thawaf artinya mengelilingi Ka’bah. Orang yang
sedang junub tidak boleh thawaf. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Thawaf di Masjidil Haram adalah termasuk shalat.” [Hadits ini
diriwayatkan oleh An_Nasai’, At_Tirmidzi, dan Ibnu Khuzaimah (IV/222). Hadits
ini dinilai shahih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al_Albani
dalam kitab Shahih An_Nasai (II/614), Shahih At_Tirmidzi (I/283), dan
Irwa’ Al_Ghalil (I/154)]
c. Menyentuh Al_Qur’an
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Amru
bin Hazm, Hakim bin Hizam, dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhum bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang boleh menyentuh Alquran hanyalah
orang yang dalam keadaan suci.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Malik dalam
kitab Al_Muwatha’ (I/199), Daruquthni (I/122), dan Al_Hakim (I/397). Hadits ini
dinilai shahih, karena ada beberapa syawahid (hadits-hadits
pendukung) yang diriwayatkan dari Hakim dan Ibnu Umar. Lihat kitab Irwa’
Al_Ghalil karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al_Albani (I/158); kitab
At_Talkhish Al_Habir karya Al_Hafizh Ibnu Hajar Al_Asqalani (I/131); dan kitab
Asy_Syarah Al_Mumti’ karya Ibnu Utsaimin (I/261)]
d. Membaca Al_Qur’an
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa membaca Alquran kepada kami dalam keadaan apapun selama beliau
tidak junub.”
Dalam lafazh lain disebutkan, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar dari WC, lalu membacakan Alquran
kepada kami dan makan daging bersama kami (sebelum beliau berwudhu’). Tidak ada
yang menghalangi beliau untuk membaca Alquran selain junub.”
Hal ini juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan
juga dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa suatu ketika dia
berwudhu’, lalu beliau berkata, “Beginilah saya melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berwudhu, lalu membaca Alquran. Setelah itu beliau berkata,
‘Ini bagi orang yang tidak junub. Adapun bagi orang yang junub tidak boleh
membaca Alquran walau-pun satu ayat’.” [HR. Ahamad, yang dinilai shahih
oleh Ahmad Syakir]
e. Berdiam di masjid
Berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala
surat An_Nisa’ ayat 43, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat
ketika kamu mabuk, karena dalam keadaan tersebut kamu tidak mengerti apa yang
kamu ucapkan; (jangan pula kamu hampiri masjid) ketika kamu junub, kecuali
sekedar lewat saja, sebelum kamu mandi.” [QS. An_Nisa’(4): 43]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar